Rabu, 14 Juli 2010

Kalah lagi Kalah Lagi

Melihat Tim Bulu Tangkis yang biasanya menjadi andalan cabang olahraga yang dapat membawa harum nama bangsa, belakangan ini kian terperosok, kita seolah-olah telah kehilangan semangat juang di berbagai laga pertandingan olahraga,mengutip dari Editorialnya Media Indonesia Rabu, 19 Mei 2010menarik untuk disimak
KEKALAHAN tim bulu tangkis Indonesia di ajang Piala Thomas dan Uber menjadi catatan sejarah paling menyakitkan. Menyakitkan karena satu-satunya cabang olahraga yang paling dibanggakan itu tidak lagi bisa diharapkan.

Di turnamen dua tahunan sekali yang pada 9-16 Mei lalu digelar di Kuala Lumpur, Malaysia, tim bulu tangkis Piala Thomas Indonesia harus mengakui kehebatan tim China di babak final. Indonesia kalah telak 0-3. Adapun tim Uber Indonesia kandas di babak semifinal, kalah 0-3, juga oleh tim dari 'Negeri Tirai Bambu'.

Kekalahan Indonesia di Piala Thomas dan Uber itu tercatat sebagai kegagalan kelima cabang bulu tangkis sepanjang tahun ini. Sebelumnya, dalam turnamen Malaysia Terbuka (Januari), All England (Maret), dan Swiss Terbuka (April) serta Kejuaraan Asia (April), Indonesia juga gagal meraih satu gelar pun.

Kekalahan demi kekalahan itu haruslah dipandang sebagai kegagalan bangsa. Itu kegagalan memelihara dan mempertahankan satu-satunya cabang olahraga yang terbukti bisa dibanggakan di berbagai pentas dunia. Lewat bulu tangkislah bangsa dan negara ini mampu menegakkan kepala sama tinggi dengan bangsa-bangsa lain.

Cabang bulu tangkis memang memiliki sejarah prestasi yang sangat membanggakan. Kini, kebanggaan itu nyaris sirna. Yang muncul justru kegagalan demi kegagalan. Celakanya, kegagalan itu mencerminkan buruknya sistem pembinaan dan pelatihan, termasuk kegagalan menciptakan regenerasi pemain andal.

Dulu, setelah era Rudy Hartono muncul Liem Swie King. Sekarang, Indonesia terus-menerus mengandalkan Taufik Hidayat yang sudah berusia 29 tahun. Begitu juga di sektor putri, tidak muncul bibit-bibit sekelas Verawaty atau Susy Susanti.

Bandingkan dengan China. Selain memiliki pemain utama seperti Lin Dan dan Bao Chunlai yang sama-sama berusia 27 tahun, China mempunyai pemain lapisan kedua, yaitu Chen Jin, yang baru berumur 24 tahun dan kini peringkat empat dunia. Di bagian putri pun, China terus melahirkan pemain-pemain berkualitas dunia.

Lantaran kegagalan melahirkan regenerasi itulah, melalui forum Editorial ini, kita pernah mengatakan kita tidak terlalu berharap tim Piala Thomas dan Uber mampu menciptakan prestasi gemilang. Tidak ada prestasi di level dunia yang bisa dicapai dalam semalam.

Karena itu, kegagalan di Piala Thomas dan Uber haruslah menjadi pelajaran amat berharga bahwa menciptakan prestasi tak semudah membalikkan tangan. Kemenangan dan kejayaan tidak dapat diraih dengan jalan pintas. Ia hanya bisa terwujud lewat proses dan perjuangan yang panjang. Yakni melalui rekrutmen, pembinaan, latihan, kompetisi, dan seleksi yang dibangun dengan semangat profesionalitas.

Dan untuk itu, jelas diperlukan menteri pemuda dan olahraga yang penuh komitmen, bukan menteri yang bekerja paruh waktu karena sibuk memimpin partai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar