Rabu, 21 Juli 2010

Sensasi Wine

MENIKMATI wine, bagi sebagian orang, bisa jadi merupakan sebuah kegiatan yang absurd. Absurditas itu semakin diperkuat dengan kenyataan betapa sulitnya membedakan cita rasa dari beragam wine dalam segala kompleksitasnya.

Membahasakan cita rasa satu jenis wine, menurut Wine Director Decanter Wine House Jakarta Yohan Handoyo, memang tidak mudah. Berbeda dengan minuman beralkohol lain yang memiliki cita rasa sama di setiap lidah, wine menghadirkan pengalaman cita rasa yang berbeda.

Lantaran itu, belum tentu satu jenis wine yang terasa nikmat di lidah seseorang akan terasa sama enaknya ketika dinikmati orang lain. Namun, tambahnya, menikmati wine tidaklah sesulit memahami kompleksitas yang dihadirkannya. Berbicara wine pada akhirnya memang berbicara soal selera masing-masing lidah.

Yohan mencontohkan, jika Anda penyuka rasa asam, Anda bisa menikmati wine yang dibuat dari varietas anggur Sauvignon Blanc, yang memang dikenal dengan tingkat keasamannya yang tinggi. Jika Anda menginginkan rasa yang sedikit spicy, pilihlah wine dari varietas anggur Shiraz. Dengan kata lain, kenali dulu selera Anda serta karakteristik varietas anggur sebelum
memilih wine mana yang akan dicoba.

"Banyak yang bilang, kok minum wine sangat membingungkan. Padahal semua kembali pada selera. Begitu Anda suka apa yang Anda minum, sebenarnya saat itu pula Anda menikmati wine," ujar penulis buku Rahasia Wine ini.

Tradisi kuliner
Tradisi menikmati wine, menurut Yohan, sebenarnya bukanlah berawal dari daratan Eropa, seperti anggapan banyak orang. Menurut penemuan para arkeolog, tradisi itu justru bermula di kawasan Timur Tengah. Bangsa Mesir diprediksi sebagai pionir munculnya kebiasaan menenggak anggur pada masa 3 ribu tahun sebelum masehi.

Namun pada perkembangannya minuman ini memang lebih populer di Eropa. Popularitas itu sangat dipengaruhi oleh adanya ekspansi bangsa Romawi di Eropa yang dimulai sejak 55 sebelum masehi. Pada masa itu, wine merupakan bagian dari ransum tentara romawi.

Wine, dengan kandungan alkohol sekitar 5 hingga 14,5 %, kala itu juga dianggap sebagai disinfektan alami. Lantaran itu, para tentara sering mencampur wine dengan air sungai untuk diminum. Selain itu, anggur pun kerap menjadi bagian dari ritual keagamaan masyarakat Kristiani Eropa, seperti misa dan perjamuan kudus.

Namun, Yohan menyanggah anggapan yang menyebutkan bahwa Eropa, terutama Prancis, merupakan tempat asal wine terbaik di dunia lantaran tradisi ini tumbuh pesat di sana. Ia menilai anggapan itu muncul karena orang melihat bahwa Eropa memiliki banyak perkebunan anggur. Padahal di sana pohon anggur memang ditanam di berbagai tempat untuk menyuplai kebutuhan tentara dan gereja.

Yohan sendiri berpendapat bahwa tidak ada wine terbaik di dunia. Yang ada hanyalah wine berkualitas tinggi. Paramaternya pun tidak dilihat dari lokasi asal perkebunan anggurnya, tapi dari kompleksitas proses pengolahan dan cita rasa yang dihasilkan wine tersebut. Lantaran itu, menikmati wine berkualitas super premium memiliki sensasi yang nyaris sama dengan ketika
kita menikmati sebuah karya seni.

"Wine yang berkualitas pasti dibuat dengan cara yang kompleks dan menghasilkan berbagai sense bagi penikmatnya. Selain itu, wine ini juga memiliki age potential, jadi bisa disimpan dalam waktu yang lama," jelasnya.

Selaras dengan makanan
Beda zaman, tentu berbeda pula tradisi menikmati wine-nya. Saat ini, wine terasa kurang lengkap jika disajikan tanpa makanan. Namun ada pakem-pakem khusus yang harus diikuti seseorang jika ingin menyandingkan wine dengan sebuah hidangan.

"Food can kill the wine and wine can kill the food," kata Floor Manager Brewhouse Jakarta, Iwan Eko Setiyadi. Ia menjelaskan bagaimana paduan wine dan makanan yang tidak selaras akan membuat pengalaman wine and dining seseorang menjadi tidak nikmat. "Karena itu setiap konsumen di Brewhouse kami beri rekomendasi wine mana yang cocok untuk makanannya."

Sedangkan Yohan menyarankan agar konsumen mengikuti pakem color coding untuk menyelaraskan wine dengan hidangan. "Pasangkan daging merah dengan red wine dan daging putih dengan white wine. Tapi jika makanan itu menggunakan saus dari red wine sementara dagingnya putih, tetap ikuti color coding sausnya," jelas Yohan.

Varian wine
Secara sederhana, wine dibagi dalam empat jenis, yaitu white wine, red wine, rose wine, dan sparkling wine. Seperti namanya, white wine terbuat dari anggur putih. Biasanya disajikan dingin. Red wine terbuat dari anggur merah dan biasa disajikan sesuai temperatur ruangan.

Rose wine berasal dari anggur merah yang tidak terekstraksi sempurna. Sedangkan sparkling wine adalah white wine yang memiliki gelembung soda. Sparkling wine yang paling terkenal adalah champagne dari kota Champagne, Prancis.

Frederic Maurin, wakil salah satu produsen wine Prancis, Socav, saat ditemui di French Exibition Asean Tour 2010 di Le Meredien Hotel, Jakarta, Minggu (14/3), menawarkan red wine-nya yang direkomendasikan sebagai salah satu wine terbaik oleh Sommelier terbaik dunia Jean-Luc Pouteau, Chateau Les Joyeuses 2007.

Wine ini dibuat dari perpaduan anggur dari varietas Merlot, Cabernet Franc, dan Cabernet Sauvignon yang dipanen pada 2007 dan bisa disimpan hingga 6 tahun ke depan. Putar gelas Anda agar aroma wine keluar dan Anda akan menemukan aroma blackcurrant dan blackberry.

Les Joyeuses, kata Frederic, memang menyajikan rasa buah yang kaya tapi terasa lembut di lidah. Rasa dan aroma alkoholnya pun terasa lembut. Wine ini, tambahnya, cocok dihidangkan bersama makanan seperti pasta maupun masakab berbahan dasar daging ayam dan sapi.

Wine lokal
Decanter sendiri menyediakan sekitar 187 jenis wine dari berbagai perkebunan anggur di seluruh dunia, seperti Australia, New Zealand, Afrika Selatan, Perancis, Italia, Amerika Serikat, dan Bali. Harganya bervariasi, mulai dari Rp220 ribu hingga Rp19 juta.

Salah satu wine yang tersedia di wine house yang dekorasinya sekilas mengingatkan kita pada karakter rumah kaca --ada sekitar 750 pot tanaman hidup di dalamnya-- ini adalah Hatten Alexandria. White wine ini dibuat dari anggur Belgia yang ditanam dan diproduksi di Bali.

Pertama kali mencicipi, Anda akan merasakan sensasi fruity yang cukup kental serta aroma floral pada wine ini. Kadar manis dan keasamannya seimbang dan aroma maupun rasa alkoholnya tidak begitu menyengat. Wine ini cukup populer di luar negeri. Selain harganya yang relatif lebih murah, sekitar Rp 200 ribuan, rasanya pun tak kalah dengan wine-wine Eropa.

Untuk konsumen yang menyukai wine yang kaya akan rasa buah, white wine dari Kim Crawfort bisa jadi salah satu pilihan. Wine ini memiliki rasa asam yang dominan lantaran dibuat dari varietas anggur sauvignon blanc yang ditanam di daerah Marlborough, New Zealand.

Wine cocktail
Berpetualang dengan cita rasa wine, terasa kurang maknyus bila belum mencicipi varian wine cocktail. Varian ini merupakan campuran wine dengan beberapa minuman beralkohol lain, antara lain dengan liquor dan spirit seperti Vodka, Midori, dan Southern Comfort.

Salah satu lounge yang menyediakan menu wine cocktail adalah Brewhouse Jakarta. Tempat ini menyediakan empat alternatif rasa, di antaranya kiwi melon sangria, campuran white wine dengan midori, sirup kiwi, lime, dan semangka, dan chardonnay martini, campuran white wine dengan vodka, jus cranberry, dan cream de cassis.

Namun, menurut Iwan, wine cocktail yang menjadi favorit para pengunjung Brewhouse adalah Bed Roses, campuran red wine dengan buah maupun sirup strawberry dan soda, serta Peach Blanc, campuran white wine dengan Southern Comfort, sari buah peach, dan soda.

Bed of Roses biasanya digemari oleh konsumen perempuan. Rasa maupun aroma alkohol pada wine cocktail ini memang cukup lembut. Ketika mencicipi, Anda akan menemukan rasa strawberry yang lebih dominan dibandingkan rasa red wine-nya. Sementara Peach Blanc memiliki rasa dan aroma white wine yang lebih kuat. Perpaduan wine, soda, dan sari buah peach dalam minuman ini terasa menyegarkan. ( Penulis : Christina Natalia Sihite dan Christine Fransiska : Media Indonesia )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar